Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap
proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan
pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan
belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan
yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena
itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan
bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan
kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan
yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan
belajar. Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni
persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen
utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang
dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan
fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang
besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif. B.
Mendorong Tindakan Belajar Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah
sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban
menyebarluaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering
dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan
pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang
mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan
semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.
Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat
dipertahankan lagi. Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan
sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan
mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat
bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas.
Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran
manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak
(Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini,
secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun
ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya menjejalkan informasi pengetahuan
kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari. Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik
untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi
ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus
dikombinasikan 1
1.
dengan
fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk
memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu
falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang
pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara
subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung
kehidupan mereka. Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak
sumber- sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme
perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan
perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk
mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah
tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek
didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk
mencapai kebutuhan-kebutuhannya. Dari deskripsi di atas terlihat bahwa
indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik
telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik
berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972)
menyebutnya sebagai “learning to be”. Adalah tugas pendidik untuk menciptakan
kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif.
Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan
tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong,
memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam
upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan (Whiteherington, 1982:77).
Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik. C.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar Agar fungsi pendidik
sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik,
maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan
hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian,
masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11). 1.
Faktor Fisiologis Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material
pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi
individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses
dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi
pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat
kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari
tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks. Faktor lingkungan, yang
meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian.
Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya.
Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik
dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu
ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang
optimal. 2
2.
Yang
tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik
yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).
Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan
sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya,
pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini
seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar. Faktor
fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah
kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah
kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi
jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk
memulai tindakan belajar. 2. Faktor Psikologis Faktor-faktor psikologis yang
berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar jumlahnya banyak sekali, dan
masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah. Perilaku individu,
termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang
lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti
perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif. 2.1. Perhatian Tentulah
dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam
belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh
besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek
didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu,
seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek
didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi
dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan
dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang
tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk
mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di
sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian
psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan
yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja. 2.2. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan,
pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang
bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu
pengamatan penting artinya bagi pembelajaran. Untuk kepentingan pengaturan
proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas
pengamatan tersebut, dan 3
3.
menetapkan
secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang
paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya
menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain,
perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan
melalui penglihatan dan pendengaran. Jika demikian, para pendidik perlu
mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material
pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan
pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan,
chart, rekaman, slide dan sebagainya. 2.3. Ingatan Secara teoritis, ada 3 aspek
yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2)
menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi
inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk
menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat
sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu
mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang
digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan,
ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping
itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga
lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran
berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang
menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b
(bebek) dan sebagainya. Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan
atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik.
Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera
setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan
terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu
kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan
tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama. Untuk mencapai proporsi
yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik
harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu
lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa
sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali
material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat
dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang
telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun,
hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, 4
4.
harus
diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons
tantangan-tangan dunia sekitar. Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek
didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material
pembelajaran yang telah diberikan. 2.4. Berfikir Definisi yang paling umum dari
berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri
(ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung
melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang
tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari
gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses
psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2)
penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan. Kemampuan
berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal
akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif
berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para
pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang
“selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan
kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih
memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau
konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya
mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan
menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan
kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri. 2.5. Motif Motif adalah keadaan dalam
diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian
hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam
ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di
dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang
subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam
tentang sesuatu. Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih
baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik
tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya
motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui
penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik.
Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi
yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat
agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif. 5
5.
Motif
ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni
menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap
subjek didik dapat melihat kemajuan- kemajuannya sendiri. Dan sekaligus
membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat
grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya
tidak berada di bawah prestasi orang lain. BAB II 6
6.
PEMBAHASAN
A. Psikologi dan Pendidikan. Secara etimologis, istilah psikologis berasal dari
bahasa Yunani, yaitu dari kata psyche berarti ”jiwa”, dan logos yang berarti
ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang
mempelajari tentang gejala- gejala kejiwaan. Namun apabila mengacu pada salah
satu syarat ilmu yaitu adanya objek yang dipelajari maka tidaklah tepat
mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa karena jiwa bersifat abstrak. Oleh
karena itu yang sangat mungkin dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri
yaitu dalam wujud perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dengan dasar ini maka psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut Whiterington (1982:10) bahwa pendidikan adalah proses pertumbuhan yang
berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar.1 Itu artinya bahwa
tindakan-tindakan belajar yang berlangsung secara terus menerus akan
menghasilkan pertumbuhan pengetahuan dan perilaku sesuai dengan tingkatan
pembelajaran yang dilalui oleh individu sendiri melalui proses
belajar-mengajar. Karena itu untuk mencapai hasil yang diharapkan, metode dan
pendekatan yang benar dalam proses pendidikan sangat diperlukan. Kalau kita
berbicara tentang individu yaitu manusia, maka kita akan bertemu dengan
beberapa keunikan perilaku/jiwa (psyche), dan faktor ini akan berhubungan erat
bahkan menentukan dalam keberhasilan proses belajar. Didasari pada begitu
eratnya antara tugas psikologi (jiwa) dan ilmu pendidikan, kemudian lahirlah
suatu subdisiplin yaitu psikologi pendidikan (educational psychology).
Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah
proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua
definisi ini maka jelas fokus dari psikologi pendidikan adalah proses belajar
mengajar. B. Peran Psikologi Pendidikan Dalam Proses Belajar-Mengajar 1
1.Makalah BASOM Mata Kuliah Psikologi Pendidikan oleh Ev. Sang Putra Immanueal
Duha, S.Th 7
7.
Dalam
bukunya, Drs. Alex Subor, M,si.2 mendefinisikan bahwa Psikologi Pendidikan
adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam
situasi pendidikan, yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan
mengajar. Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi
pendidikan dibatasi atas tiga macam3: 1. Mengenai belajar, yang meliputi
teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan
sebagainya. 2. Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa
yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya. 3. Mengenai
situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik
maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik.
Sementara menurut Samuel Smith, setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas
dalam psikologi pendidikan, yaitu : 1. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan
(The science of educational psychology) 2. Hereditas atau karakteristik
pembawaan sejak lahir (heredity) 3. Lingkungan yang bersifat fisik (physical
structure). 4. Perkembangan siswa (growth). 5. Proses-proses tingkah laku
(behavior proses). 6. Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of
learning). 7. Faktor-faktor yang memperngaruhi belajar (factors that condition
learning) 8. Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of
learning). 9. Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan
pengukuran/ evaluasi. (measurement: basic principles and definitions). 10.
Tranfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters)
11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of
measurement). 12. Ilmu statistic dasar (element of statistics). 13. Kesehatan
rohani (mental hygiene). 14. Pendidikan membentuk watak (character education).
15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (Psychology
of secondary school subjects). 16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran
sekolah dasar (psychology of elementary school). Dalam proses belajar-mengajar
dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan psikiologis terletak pada anak
didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun
dalam hal 2 2. Psikologi Umum – Drs. Alex Subor, M,si 3 3. Internet – Sumbangan
Psikologi dalam pendidikan 8
8.
seseorang
telah menjadi seorang pendidik maka ia telah melalui proses pendidikan dan
kematangan psikologis sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru
tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus
dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan
bahwa “diantara pengetahuan- pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon
guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses
belajar mengajar peserta didik” Guru dalam menjalankan perannya sebagai
pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai
aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan
tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga
dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat
memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.
Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan –
pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat : 1. Merumuskan tujuan pembelajaran
secara tepat. Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru
akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang
dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan
pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan
teori-teori perkembangan individu. 2. Memilih strategi atau metode pembelajaran
yang sesuai. Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru
dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan
mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar
dan gaya
belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya. 3. Memberikan
bimbingan atau bahkan memberikan konseling. Tugas dan peran guru, di samping
melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya.
Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan
bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan
interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban. 4. Memfasilitasi dan
memotivasi belajar peserta didik. 9
9.
Memfasilitasi
artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa,
seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan
berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu,
khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai,
tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai
fasilitator maupun motivator belajar siswanya. 5. Menciptakan iklim belajar
yang kondusif. Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang
kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan
untuk dapat menciptakan iklim sosio- emosional yang kondusif di dalam kelas,
sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan. 6. Berinteraksi
secara tepat dengan siswanya. Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan
memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh
empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya. 7. Menilai
hasil pembelajaran yang adil. Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat
mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil,
baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun
menentukan hasil-hasil penilaian. BAB III 10
10.
PENUTUP
Sebagi objek sasaran dalam proses belajar mengajar adalah anak didik sebagai
manusia individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang
berbeda satu sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik
perlu memperhatikan faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku yang diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat
dipisahkan dari psikologi. Guru sebagai pendidik/pengajar menjadi subjek yang
mutlak harus memiliki pengetahuan psikologi sehingga proses belajar mengajar
bisa berjalan dengan baik, setidaknya dalam meminimalisir kegagalan dalam
menyampaikan mataeri pelajaran. DAFTAR PUSTAKA
http://www.andragogi.com/document/psikologi_pendidikan.htm 11
http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi
http://www.scribd.com/doc/10858411/Psikologi-Pendidikan 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar